Dalam pembahasan mengenai Hak Menumpang ini penulis akan menganalisis atau membahasnya dengan bertitik tolak pada 2 (dua) pertanyaan pokok yaitu :
1. BENARKAH HAK MENUMPANG ITU MASUK SEBAGAI HAK-HAK ATAS TANAH ?
2. BENARKAH HAK MENUMPANG ITU MENGANDUNG UNSUR PEMERASAN DAN FEODAL ?
Pasal 16 ayat ( 1 ) UUPA yaitu : “Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah : Hak Milik , Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai , Hak Sewa , Hak Membuka Tanah , Hak Memungut Hasil Hutan, dan Hak – hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 “.
Selanjutnya Pasal 53 (1) menyebutkan bahwa :” Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h , ialah hak gadai, hak usaha –bagi-hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat “.
Bahwa untuk lebih mendalami dan memudahkan kita untuk mengerti dan menganalisis mengenai keberadaan /eksistensi dari Hak Menumpang ini , akan dikemukan pula mengenai pengertian atau definisi hak atas tanah dari beberapa pakar yaitu diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., ( yang dikutip dari bukunya Urip Santoso, S.H., M.H. Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah , 2010 : 49 ) memberikan pengertian Hak atas tanah adalah “ hak yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya”.
Pengertian/pendapat ini sama dengan pendapat/pengertian dari Efendi Perangin, S.H. ( Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum ,1986 : 229 ).
2. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL. MPA. ( Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya , 2008 : 128 ) memberikan pengertian Hak atas Tanah sebagai suatu hubungan hukum didefinisikan sebagai “ hak atas permukaan bumi yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang bersangkutan , beserta tubuh bumi dan air serta ruang udara di atasnya , sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi “.
3. Prof. Ny. Arie Sukanti Hutaglung, S.H., M.LI dan Markus Gunawan, S.H., M. Kn. ( Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan , 2008 : 29 ) memberikan pengertian hak atas tanah adalah “ hak yang memberikan wewenang untuk memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum “.
4. Tim Pengajar Hukum Agraria Fakultas Hukum UNHAS: Prof. Dr. H. Aminuddin Salle, S.H.,M.H., Prof. Dr. Ir. H. Abrar Saleng, S.H., M.H., Prof. Dr. A. Suriyaman A. Mustari Pide, S.H., M.H., Prof. Dr. Farida Patittingi. S.H., M.Hum., Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H. dan Kahar Lahae, S.H., M.H., dalam ( Bahan Ajar Hukum Agraria , 2010 : 95 ) memberikan pengertian bahwa Hak Atas Penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki”.
5. Prof. Boedi Harsono ( Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan pelaksanaannya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, 2005 : 262) memberikan pengertian bahwa Hak-hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang di haki”.
Hak Menumpang yaitu hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah di atas pekarangan milik orang lain. Di atas tanah itu mungkin sudah ada rumah lain kepunyaan pemilik tanah, tetapi mungkin juga tanah itu merupakan tanah pekarangan yang semula kosong.
Kalau dilihat secara sepintas rumusan-rumusan di atas menggambarkan bahwa Hak Menumpang adalah masuk sebagai Hak – Hak Atas Tanah, namun kalau dicermati dan dianalisis lebih mendalam lagi maka Hak menumpang bukanlah merupakan Hak Atas Tanah, karena hak itu tidak memberikan wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu secara bebas dan leluasa sebagaimana hak atas tanah pada umumnya. Pemegang Hak Menumpang hanya mempunyai wewenang sebatas mendiami atau membangun rumah di atasnya selebihnya pemegang Hak Menumpang tidak punya hak dan wewenang lagi. Pemegang Hak Menumpang tidak mempunyai hak dan kewajiban seperti yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah lainnya seperti , mempergunakan tanah dan atau mengambil manfaat dari tanah, mewariskan Hak Atas Tanah, memindahkan hak atas tanah, membebani hak atas tanah dengan Hak Tanggungan, melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah.
Selain itu pemegang hak atas tanah pada umumnya mempunyai kewajibannya untuk , mendaftarkan hak atas tanah untuk pertama kali, mendaftarkan peralihan Hak Atas Tanah, mendaftarkan pembebanan Hak Atas Tanah, mendaftarkan hapusnya Hak Atas Tanah.
Adapun sifat dari Hak Menumpang adalah , tidak mempunyai jangka waktu yang pasti karena sewaktu-waktu dapat diberhentikan, hubungan hukumnya lemah, yaitu sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh pemilik tanah jika ia memerlukan tanah tersebut, pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu (uang sewa) kepada pemilik tanah, hanya terjadi pada tanah pekarangan (tanah untuk bangunan ), tidak wajib untuk di daftarkan ke Kantor Pertanahan, bersifat turun temurun, artinya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya ( bukan diwariskan ),tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan ahli warisnya.
Menurut beberapa pakar menyatakan bahwa Hak Menumpang biasanya terjadi atas dasar kepercayaan oleh pemilik tanah kepada orang lain yang belum mempunyai rumah sebagai tempat tinggal dalam bentuk tidak tertulis, tidak ada saksi, dan tidak diketahui oleh perangkat desa/kelurahan setempat, sehingga jauh dari jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Pada mulanya Hak Menumpang terjadi karena adanya unsur tolong menolong dari pemilik tanah kepada orang lain yang tertimpa musibah atau tidak mempunyai rumah, namun dalam perkembangan juga terdapat sifat pemerasan, yaitu orang yang mempunyai hak menumpang tersebut tidak mau keluar atau mengosongkan rumah yang ditempatinya kalau tidak diberi ganti rugi atau pesangon oleh pemilik tanah dengan alasan bahwa ia telah mendirikan rumah dengan biaya sendiri atau merawat rumah yang ditempati dalam jangka waktu yang lain bahkan rumah tersebut ditempati oleh keturunannya ( ahli warisnya).
Untuk mengantisipasi agar dikemudian hari tidak terjadi hal yang demikian , maka sebaiknya antara pemberi Hak Menumpang dengan penerima Hak Menumpang membuatnya secara tertulis yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dengan bertitik tolak pada uraian dan pendapat tersebut diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa :
1. Hak Menumpang pada dasarnya/prinsipnya merupakan pengejewantahan dari fungsi sosial hak atas tanah dan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh hukum adat kita .
2. Hak Menumpang bukanlah merupakan Hak Atas Tanah karena Hak Menumpang tidak dapat memberikan wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang di haki karena dia bukanlah merupakan pemilik secara langsung atas tanah dimaksud. Pemegang Hak Menumpang hanyalah berhak sebatas mendiami/menumpang dengan cara membangun rumah di atas tanah milik orang lain . Pemegang Hak menumpang tidak dapat berbuat bebas atas tanah yang didiami/ditempatinya sebagaimana layaknya pemegang hak atas tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak pakai, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan. Dia dibatasi oleh hak-hak pemilik aslinya.
3. Penulis sependapat dengan pendapat yang mengemukakan bahwa Pemegang Hak Menumpang tidak dapat :
a. Mewariskan Hak Atas Tanah yang didiaminya termaksud kepada ahli waris seperti halnya pewarisan yang terjadi pada Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan atau Hak – hak lainnya. Ahli warisnya hanyalah dapat meneruskan haknya untuk mendiami atau bertempat tinggal di atas tanah termaksud. Jadi bukan hak mewaris melainkan hak untuk meneruskan saja itupun kalau pemilik tanah mengizinkannya untuk tetap tinggal/menempati/mendiami tanahnya.
b. Memindahkan hak atas tanah. Pemegang Hak Menumpang tidak berhak memindahkan/mengalihkan hak atas tanah yang didiaminya baik dalam bentuk Jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam modal perusahaan ( inbreng), lelang kepada pihak lain.
c. Membebani hak atas tanah dengan hak tanggungan atau hak jaminan lainnya seperti, Gadai .
d. Melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah. Pemegang Hak Menumpang tidak berhak melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah yang didiaminya termaksud kepada instansi pemerintah atau perusahaan swasta dengan pemberian ganti rugi.
Dengan tidak adanya hak tersebut maka secara otomatis pemegang Hak Menumpang juga tidak punya kewajiban untuk : Mendaftarkan hak atas tanah untuk pertama kali, Mendaftarkan peralihan Hak Atas Tanah, Mendaftarkan pemebabanan Hak Atas Tanah dan Mendaftarkan hapusnya Hak Atas Tanah.
4. Untuk menghindari terjadinya pemerasan dan unsur feodal sebagaimana alasan Undang-undang, maka pemilik tanah selaku pemegang hak atas tanah pada pasal 16 ayat 1 point a sampai dengan g haruslah terlebih dahulu mengikat pemegang Hak Menumpang secara tertulis yang didalamnya mengatur dan menetapkan hak dan kewajiban pemilik dan pemegang Hak Menumpang sebelum menyerahkan tanahnya untuk ditempati/didiami oleh orang lain.
5. Sifat feodal pada dasarnya tidak ada dalam Hak Menumpang karena Hak menumpang itu pada prinsipnya merupakan pengejewantahan dari fungsi sosial hak atas tanah dan sifat hukum adat yang menganut pemisahan horizontal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar