Kamis, 18 November 2010

sistem dan perkembangan hukum perdata

Pada dasarnya di dunia ini ada dua system hukum yang berlaku yaitu :
1. Sistem Hukum Anglo Saxon yang tumbuh dan berkembang di Negara-negara anglo saxon seperti Amerika dan Inggris ;
2. Sistem hukum Eropa Continental yang tumbuh dan berkembang di Negara –negara Eropa dan sekitarnya.
Berbicara tentang perkembangan hukum perdata tidak dapat dilepas dari sejarah hukum perdata itu sendiri. Hukum sebagai sebuah aturan yang mengikat dan mengatur kehidupan manusia di dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa tentunya haruslah di himpun dan dikodifikasi secara baik dan benar agar dapat lebih mudah untuk diterapkan dan ditaati.
Hukum perdata itu pada dasarnya berasal dari Prancis yang berinduk pada Code Civil Prancis pada zaman Napoleon Bonaparte Prancis. Oleh karena Prancis pernah menjajah Belanda maka system hukum atau Code Civil Prancis ini diterapkan atau diberlakukan pula di Negeri Belanda sebagai Negara jajahannya dan akhirnya setelah Belanda merdeka dari kekuasaan Prancis , maka Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan Prancis. Dan dengan didorong oleh rasa ingin memiliki satu kodifikasi hukum sendiri maka pada tahun 1838 terbntuklah satu kodifikasi hukum tersendiri setelah berjuang bertahun-tahun untuk mewujudkannya.
Sistem hukum dan atau kodifikasi hukum yang dilakukan oleh Belanda ini akhirnya tertular juga ke Indonesia, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh Prancis terhadap Belanda yaitu dengan menjajah Negara termaksud dengan perlahanlahan system hukum di Negara asalnya diterapkan di daerah atau Negara yang menjadi jajahannya. Kodifikasi hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( BW) di negara Belanda diterapkan juga di Negara jajahannya yang bernama pada saat itu Hindia Belanda dengan nama B.W. Hindia Belanda, yang mana B.W. ini disahkan berlakunya oleh raja pada tanggal 16 Mei 1846 yang diundangkan melalui Staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka , berdasarkan aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 , maka B.W. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang dasar ini. B.W. hindia Belanda ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) , yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdt.), yang dalam bahasa aslinya disebut Burgelijk Wetboek (BW). Burgelijk Wetboek (BW) ini berlaku di Hindia Belanda dulu . sebagian materi Burgelijk Wetboek (KUHPerdt) ini sudah dicabut berlakunya dan diganti dengan undang-undang Republik Indoenesia seperti Undang-undang Perkawinanan Nomor 1 Tahun 1974 dan hak-hak kebenrdaan pada buku I dan II serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria, dan lain sebagainya seperti yang saat ini kita ketahui bersama.
Untuk mengetahui bahwa hukum perdata itu berpredikat nasional perlu ditentukan criteria yang jelas. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1. Berasal dari hukum perdata Indonesia ;
2. Berdasarkan pada system nilai budaya Pancasila;
3. Produk hukum pembentuk undfang-undang Indonesia;
4. Berlaku untuk semua wrga Negara Indonesia;
5. Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.

Inilah kriteri atau cirri khas bahwa hukum itu dikatakan sebagai sebagai hukum nasional yang merupakan evolusi atau perkembangan dari sejarah hukum perdata dari Belanda sebagai nenek moyangnya hukum perdata.
Hukum perdata Indonesia setelah merdeka sudah banyak berubah atau berkembang dan sudah diproduksi sendiri sebagai pengganti hukum kolonial Belanda sebagai sebuah hukum nasional yang bersumber dan berasal dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Pemberlakuan hukum perdata Indonesia didasarkan pada ketentuan undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum dimana kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
Salah satu contoh perkembangan hukum dimana sejak zaman Romawi , kemudian ke Prancis lalu ke Negeri Belanda dan akhirnya ke Indonesia mengenai Perbuatan Melawan Hukum. Yang mana Perbuatan Melawan Hukum itu dirumuskan sebagai perbuatan yang merugikan orang lain , yang menyebabkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Rumusan tersebut kemudian diambil dan diterapka di negeri Belanda , yang kemudian oleh Belanda di bawa ke Indonesia, yang rumusan seperti itu sekarang kita temukan dalam pasal 1365 KUHPerdata Indonesia.
Untuk mengetahui sekilas mengenai pekembangan Perbuatan Melawan Hukum ini berikut ini akan digambarkan perkembangannya yaitu :
a. Periode sebelum tahun 1838.
Pada periode ini ketentuan seperti Pasal 1365 KUHPerdata di Indonesia saat ini tentu belum ada di Belanda . Karena kala itu tentang Perbuatan Melawan Hukum ini, pelaksanaannya belum jelas dan belum pernah terarah.

b. Periode antara tahun 1838-1919
Setelah BW Belanda dikodifikasi , maka mulailah berlaku ketentuan dalam pasal 1401 (yang sama dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata di Indonesia) tentang Perbuatan Melawan Hukum.. Meskipun kala itu ditafsirkan bahwa yang merupakan perbuatan melawan hukum , baik berbuat sesuatu,(aktif berbuat ) maupun tidak berbuat sesuatu (pasif) yang merugikan orang lain baik yang disengaja maupun yang merupakan kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1366 KUHPerdata Indonesia , tetapi sebelum tahun 1919 diangap tidak termasuk perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut hanya merupakan tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan putusan masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang lain.

c. Periode tahun 1919
Dalam tahun 1919 terjadi suatu perkembangan yang luar biasa dalam bidang hukum tentang Perbuatan Melawan Hukum , khususnya di negeri Belanda sehingga demikian pula di Indonesia. Perkembangan tersebut ditandai dengan bergesernya makna Perbuatan Melawan Hukum dari semula yang cukup kaku kepada perkembangan nya yang luas dan luwes.Perkembangan tersebut adalah diterimanya penafsiran yang luas terhadap Perbuatan melawan Hukum oleh Hoge raad ( Mahkamah Agung) negeri Belanda yakni penafsiran terhadap pasal 1401 (yang sama dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata di Indonesia) yaitu terhadap kasus Linderbaum versus Cohen. Yang intinya tentang persaingan tidal sehat dalam bisnis, yaitu dengan membajak karyawan linderbaum agara karyawan tersebut membuka rahasia atau nama –nama nasabah dari Linderbaum. Perbuatan Cohen termaksud oleh Hoge Raad ( Mahkamah Agung) dianggap Perbuatan melawan Hukum sehingga melanggar pasal 1401 BW Belanda atau yang sama dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata di Indonesia.
Dalam putusannya tersebut Hoge Raad ( Mahkamah Agung) menyatakan bahwa :
“ Yang dimaksud dengan Perbuatan Melawan Hukum bukan hanya melanggar undang-undang yang tertulis seperti yang ditafsirkan saat ini, melainkan juga termasuk kedalam pengertian Perbuatan Melawan Hukum adalah setiap tindakan :
a. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum atau
b. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
c. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan , atau
d. Perbuatah yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar