Kamis, 11 November 2010

PENDAFTARAN TANAH

PENDAFTARAN TANAH
Bagi Negara Republik Indonesia , yang susunan perekonomiannya dan corak kehidupanya masih bersifat agraris maka tanah mempunyai fingsi dan peranan yang mencakup berbagai aspek penghidupan dan kehidupan masyarakat, bukan hanya aspek ekonomis belaka tetapi juga menyangkut aspek-aspek yang non ekonomis, apalagi tanah merupakan segala-galanya bagi masyarakat yang pernanannya bukan hanya sekedar faktor produksi melainkan pula mempunyai nilai untuk mendukung martabatnya sebagai manusia.
Berbagai pengalaman historis telah membuktikan bahwa tanah sangat lengket dengan perilaku masyarakat bahkan tanah dapat menimbulkan masalaah bila sendi-sendi perubahan tidak memiliki norma sama sekali.
Betapa pentingnya tanah sebagai sumber daya hidup, maka tidak ada sekelompok masyarakatpun di dunia ini yang tidak memiliki aturan-aturan atau norma-norma tertentu dalam masalah pertanahan ini, penduduk bertambah , pemikiran manusia berkembang, dan berkembang pulalah sistem , pola, struktur dan tata cara manusia menetukan sikapnya terhadap tanah.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan pola pikir, pola hidup dan kehidupan manusia maka dalam soal pertanahanpun terjadi perubahan, terutama dalam hal pemilikan dan penguasaannya dalam hal ini tentang kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah yang sedang atau yang akan dimilikinya.
Dengan adanya persoalan-persoalan , baik mengenai pertambahan penduduk maupun perkembangan ekonomi, maka kebutuhan terhadap tanah dalam kegiatan pembangunan akan meningkat. Berdasarkan kenyataan ini, tanah bagi penduduk Indonesia dewasa ini merupakan harta kekayaan yang paling tinggi nilainya dan juga merupakan sumber kehidupan, maka dari itu jengkal tanah dibela sampai titik darah penghabisan apabila hak tanahnya ada yang mengganggu. Untuk menjaga jangan sampai terjadi sengketa maka perlu diadakan pendaftaran tanah.
Sadar akan tugas dan kewajibannya itu maka pemerintah telah menetapkannya pada pasal 19 UUPA yang pada ayat (1) nya menyatakan bahwa : “ Untuk menjamin kepastian hukumoleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur degan Peraturan Pemerintah “. Selanjutnya pada ayat (2) nya memberikan rincian bahwa pendaftaran tanah yang disebut pada ayat (1) tersebut meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah;
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
Sebagai implementasi dari pasal 19 ayat (1) dan (2) ini maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah di bidang Pendaftaran Tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 mengenai Pendaftaran Tanah. Dan pendaftaran tanah dimaksud dijejaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 pada pasal 2 ayat (1) nya yaitu harus dilakukann desa demi desa atau daerah-daerah yang setingkat dengan itu.
Dengan melihat konsepsi pasal 19 ayat (1 dan 2 ) UUPA serta pasal 2 ayat (1) PP Nomor 10 tahun 1961 tersebut di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa pendaftaran tanah adalah perlu demi terciptanya kepastian hukum dan kepastuan hak atas tanah. Dalam pelaksanaan pendaftaran ini, pemerintah akan melaksanakan secara sederhana dan mudah dimengerti dan secara berangsur-angsur. Konsepsi logis dari semua itu adalah ayat 2 c pasal 19 UUPA yaitu “ akan diberikan tanda bukti hak/surat bukti hak , di mana surat-surat bukti hak tersebut akan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Inilah fungsi pokok sebenarnya dari pendaftaran tanah.
Jadi jelaslah sebenarnya bahwa tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah. Pendaftaran Tanah adalah tugas dan beban pemerintah akan tetapi untuk mensukseskannya/ keberhasilannya sangat tergantung pada partisipasi aktif / peranan masyarakat terutama pemegang hak.
Kepastian hukum disini meliputi kepastian objek, kepastian hak, dan kepastian subjek dalam rangka mendapatkan dan atau memberikan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah baik yang belum bersertifikat maupun yang sudah bersertifikat. Dengan kata lain kepastian disini adalah kepastian mengenai orangnya/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah dan kepastian mengenai letak, batas-batas serta luasnya bidang tanah .
Dengan memperhatikan kemampuan pemerintah , maka pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan secara bertahap. Sebagai langkah awal dilakukan pengukuran desa-demi desa untuk memenuhi ketersediaan Peta Dasar Pendaftaran Tanah yang memuat titik – titik dasar tehnik dan unsur-unsur geografis serta batas fiksik bidang-bidang tanah. Pada wilayah yang belum dilakukan secara sistematik , peta dasar pendaftraan tanah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menentapkan letak tanah yang akan didaftarkan secara sporadik, dan selanjutnya menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran.
Sehubungan dengan pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai subjek maupun objeknya , maka pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman mengenai hak –hak atas tanah, yang meliputi :
1. Pengumuman mengenai subjek yang menjadi pemegang hak yang dikenal dengan sebagai asas publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang subjek dan objek atas satu bidang tanah . Adapun implementasi dari asas publisitas ini adalah dengan mengadakan pendaftaran tanah.
2. Penetapan mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang – bidang tanah yang dipunyai seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas spesialitas daan implementasinya adalah dengan mengadakan Kadaster.
Dengan demikian ,maka seseorang yang hendak membeli suatu hak atas tanah tidak perlu melakukan penyelidikan sendiri, karena keterangan mengenai subyek dan objek atas suaru bidang tanah dapat diperoleh dengan mudah pada instansi pemerintah yang ditugaskan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah.
Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 , hukum agraria di Indonesia masih bersifat dualistis. Hal tersebut dapat dijumpai bahwasanya hukum agraria membagi hak-hak atas tanah dalam 2 golongan yaitu :
1. Hak-hak atas tanah hak barat berupa : hak eigendom, hak erpacht dan hak postal, tanah tersebut disebut tanah hak barat ;
2. Hak-hak atas tanah adat berupa : hak milik, hak yasan, dan hak andarbeni. Tanah-tanah dengan hak-hak adat tersebut disebut tanah – tanah Indonesia.
Pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur oleh PP. No. 10 tahun 1961 belum berjalan efektif , hal ini selain sasaran utamanya/daerah yang diutamakan adalah daerah –daerah perkotaan, juga menyangkut tata cara , administrasi dan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat pemegang hak atas tanah sangatlah berat dirasakan oleh masayarakat pemegang hak atas tanah serta sosialisasi terhadap pelaksanaan PP itu sendiri belum maksimal. Dengan kondisi tersebut maka tujuan pendaftaran tanah belum tercapai.
Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah dalam rangka pendaftaran tanah yaitu dengan mengeluarkan Surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 tahun 1981 yang mulai berlaku tanggal 15 Agustus 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agararia ( PRONA) suatu kegiatan Pendaftaran Tanah secara Massal yang bertujuan untuk membantu rakyat /masyarakat yang kurang mampu dimana biayanya ditanggung oleh Negara. Ini adalah suatu upaya pemerintah dalam rangka memaksimalkan tugas dan tujuan PP. No. 10 Tahun 1961 yang belum berjalan maksimal dan efektif. Nampaknya program ini sangat efektif dan memancing minat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya.
Akselerasi dalam pembangunan nasional sangat memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pendaftaran tanah dan oleh karena PP. No. 10 Tahun 1961 dipandang tidak lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Dengan menimbang hal-hal tersebut , maka pemerintah memandang perlu membuat suatu aturan yang lengkap mengenai pendaftaran tanah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk adanya jaminan kepastian hukum dan akhirnya pada tanggal 8 Juli 1997 , Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan berlakunya PP. No. 24 Tahun 1997 tidak serta merta menghapuskan keberlakuan PP. No. 10 Tahun 1961, akan tetapi PP. No. 10 tahun 1961 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau diubah atau diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997. ( Pasal 64 ayat 1 PP. No. 24 Tahun 1997).
Berbicara mengenai apa itu Pendaftaran Tanah, kita tidak dapatkan penjelasannya secara lengkap pada PP. No. 10 tahun 1961, akan tetapi kita dapat melihatnya pada PP. 24 Tahun 1997 Pasal 1 butir (1) yang menyebutkan bahwa Pendaftaran Tanah adalah : “ Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur , meliputi pengumpulan, pengolahan,pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yurudis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.
Definisi pendaftaran tanah dalam PP. No. 24 Tahun 1997 merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup pendaftaran Tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) PP. No. 10 Tahun 1961 yang hanya meliputi : pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam PP. No. 24 Tahun 1997 Pasal 2 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas :
1. Asas sederhana : maksudnya agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepntingan, terutama pemegang hak atas tanah.
2. Asas aman : maksudnya pendaftaran tanah perlu dilakukan dengan teliti dan cermat agar terjamin kepastian hukumnya.
3. Asas terjangkau maksudnya : terjangkau disini berkaitan dengan biaya , khususnya bagi golongan ekonomi lemah. ( dalam PP. No. 10 tahun 1961 ada PRONA , PP. No. 24 Tahun 1997 ada Program AJUDIKASI keduanya biaya ditanggung oleh Negara).
4. Asas mutakhir maksudnya : Data yang tersedia dan disimpan di Kantor Pertanahan itu harus data mutakhir.
5. Asas terbuka maksudnya : masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PP. No.24 Tahun 1997 menegaskan kembali bahwa tujuan dilakukannnya Pendaftaran Tanah adalah untuk :
1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Jamainan kepastian ini meliputi :
a. Kepastian status hak yang terdaftar ;
b. Keapstian subjek hak;
c. Kepastian objek hak
2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hokum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudaf didaftar.
3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Ciri – cirri khusus dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 ini adalah :
1. Pendaftaran Tanah untuk pertama kali, secara Sistematik dan Sporadik.
Menurut Pasal 1 angka 10 PP. 24 Tahun 1997 yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara Sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar didalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Sedangkan Pendaftaran tanah secara Sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau missal ( Pasal 1 angka 11 PP. 24 tahun 1997).
2. Penunjukkan PPAT dan Panitia Ajudikasi.
3. Prinsip pelepasan hak.
Pasal 32 ayat (2) PP.24 Tahun 1997 menyatakan bahwa dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala kantor Pertanahan yang bersangkutan atauoun tidak mengajukan gugatan pada pengadilan mengenai penguasaan tanah aatau penerbitan sertipikat tersebut. Lembaga ini sebenarnya sejalan dengan ketentuan UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan.
4. Pembuatan peta dasar Pendaftaran dengan titik-titik dasar Teknik Nasional
5. Contradictoire delimitasi.
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur atau gambar situasinya tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya , maka berdasarkan pasal 18 (1) dilakukan berdasarkan penunjukkan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.

Sedangkan objek pendaftaran tanah menurut pasal 19 PP. No. 24 tahun 1997 adalah :
1. Hak Milik ( sesuai dengan pasal 20 ayat 1 UUPA )
2. Hak Guna Usaha ( sesuai dengan Pasal 28 ayat 1 UUPA)
3. Hak Guna Bangunan (sesuai dengan pasal 35 ayat 1 dan 2 UUPA)
4. Hak pakai ( sesuai dengan pasal 41 ayat 1 UUPA)
5. Hak Pengelolaan (Pasal 1 angka 4 PP. No. 24 Tahun 1997 )
6. Tanah Wakaf ( sesuai pasal 49 ayat 3 UUPA dan UU No. 28 tahun 1977)
7. Hak MilikAtas satuan Rumah Susun ( sesuai dengan pasal 8 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 16 tahun 1985 dan PP. No. 4 tahun 1988)
8. Hak Tanggungan ( sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996
9. Tanah Negara ( PP. No.24 Tahun 1997 dan PP No. 8 Tahun 1953)
Objek pendaftaran tanah ini bila dikaitkan dengan sistem pendaftaran tanah maka menggunakan sistem pendaftaran tanah bukan pendaftaran akta, karena sistem pendaftaran tanah ditandai/dibuktikan dengan adanya dokumen Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar, sedangkan pendaftaran akta, yang didaftar bukan haknya, melainkan justru aktanya yang didaftar, yaitu dokumen-dokumen yang membuktikan diciptakannya hak yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-perbuatan hokum mengenai hak tersebut kemudian.
Dengan adanya PP. Nomor 24 tahun 1997 ini, kelihatanya program atau kegiatan pendaftaran tanah mulai menggeliat, saat ini pendaftaran tanah sudah berjalan , namun perlu ditingkatkan terus dan mencari solusi yang efektif agar tujuan hakiki dari pendaftaran tanah terutama bagi tanah yang akan didaftar secara sistematis dan sporadik dapat tercapai..
Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10 tahun 1961 adalah Sistem Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh PP. No. 24 Tahun 1997 adalah asas negativ mengandung unsur positif , menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pemerintah harus terus mencari cara dan sistem dalam rangka optimalisasi tujuan pendaftaran tanah terutama mengenai asas sederhana . aman dan terjangkau, sehingga golongan ekonomi lemahpun dapat termotifasi untuk mendaftarkan tanahnya terutama secara sistematis dan sporadik, walaupun saat ini sudah ada program Larasita yang lebih mendekatkan pada pelayanan dan bantuan biaya .
Jadi kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status kepemilikan hak atas tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat diatasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja Kantor Pertanahan harus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor Pertanahan harus senantiasa melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak terjadi overlapping dalam pemberian haknya atau pendaftaran haknya yang dapat menimbulkan masalah hukum yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya sertifikat ganda atau sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa memutakhirkan datanya terutama buku tanah sebagai bank data .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar